Kamis, 06 Juli 2023

Tempe Mendoan; Kelezatan Selembar Identitas

Tempe Mendoan

Di Indonesia tidaklah sulit menemukan panganan berbahan dasar tempe berbalut terigu. Di beberapa daerah, tempe jenis ini lebih suka dibuat garing dengan memotong tempe tipis-tipis. Namun Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah memiliki mendoan. Tempe berbalur terigu yang disajikan setengah matang, bertekstur lembek, berwarna putih pucat dengan aroma rempah dan terigu yang khas. Mendoan sendiri berasal dari bahasa ‘banyumasan’ mendo yang berarti setengah matang atau lembek. Tempe yang telah di balur adonan terigu biasanya ditambahkan irisan daun bawang dan seledri digoreng dalam minyak panas. Cukup mencelupkan tempe ke minyak beberapa saat lalu diangkat dan siap disajikan hangat. Mendoan lebih nikmat dimakan dengan rawit hijau atau sambal kecap. Sebelum mendoan popular sebagai makanan khas kabupaten yang beribu kotaPurwokerto dengan masyarakatnya yang ngapak ini lebih dulu memiliki keripik tempe sebagai panganan khasnya.

Mendoan pada awalnya merupakan salah satu proses pembuatan keripik tempe. Tempe yang telah dilumuri adonan tepung digoreng dua kali untuk memastikan tempe menjadi garing. Proses penggorengan pertama dalam pembuatan keripik tempe menghasilkan tempe yang setengah matang dan lembek ini ternyata banyak disukai. Dari sinilah kepopuleran mendoan dimulai. Dalam tradisi daerah Banyumas dan sekitarnya mendoan kerap disajikan untuk teman medang sebuah istilah minum teh, kopi atau air biasa di waktu senggang atau untuk menjamu tamu. Tidak heran tempat-tempat nongkrong mulai dari café hingga warung pinggir jalan selalu menyajikan mendoan sebagai pelengkap medang. Selain disajikan setengah matang, yang membedakan mendoan dengan sajian sejenis adalah tempe yang digunakan tidak berasal dari tempe yang dipotong tipis. Tempe mendoan berasal dari tempe yang dibuat berbentuk lembaran lembaran tipis. Lembaran tempe ini dibuat khusus dan dibungkus dengan daun pisang.

Darsinem, salah satu pengusaha tempe di desa Pabuaran Utara, Purwokerto mengatakan pembuatan tempe mendoan cukup memakan waktu lama dalam proses pembungkusannya serta menggunakan lebih banyak daun pisang dibanding tempe bacem atau tempe papan. Itulah sebabnya banyak pengusaha tempe yang memilih meninggalkan pembuatan tempe mendoan dan hanya memproduksi tempe batang atau bacem`“Satu bungkus tempe mendoan isinya dua lembar, banyak makan daun. Bikinnya juga harus dirata-ratakan seperti ini,” Darsinem meratakan kedelai pada lembar daun pisang lalu menutupnya dengan lembar daun lain dan meratakan kedelai sekali lagi sebelum melipat dan membungkus bakal tempe untuk difermentasi.Untuk bahan baku, nenek dari 8 cucu itu mengambilnya dari pengepul kedelai.“Kedelai sama laru (ragi), kalau untuk daunnya ya saya ambil di kebun,” Darsinem bersyukur di tempatnya masih banyak kebun pisang warga yang bisa dimintai daunnya untuk membuat tempe.

Pengrajin Tempe Mendoan

Darsinem sedang membuat tempe mendoan dengan bahan dan teknologi sederhana.

“Biasanya saya minta sama yang punya kebun, kalau ada waktu nanti saya kasih tempe untuk balasannya,” dua tahun dari sekolah rakyat, ayah Darsinem memulai usaha tempe rumahan. Dari sana perempuan 70 tahun itu belajar membuat tempe. Setelah menikah dan memiliki 2 anak, ia dan almarhum suaminya merintis usahanya sendiri. “Saya pindah ke sini –desa Pabuaran – sama suami sekitar tahun 1979,” kenangnya. Hingga saat ini Darsinem satu-satunya pengusaha tempe yang bertahan di desa Pabuaran Utara. Untuk menjalankan usahanya ia dibantu anak perempuannya sejak ditinggal almarhum suaminya, sementara 2 anak laki-lakinya merantau ke Surabaya dan telah berkeluarga.Untuk tempe mendoan, ia hargai 800 rupiah/bungkus. “Kalau tempe mendoan, saya tidak bisa produksi setiap saat. Biasanya kalau ada pesanan baru bikin,” diakui Darsinem meski permintaan tempe mendoan di pasar cukup tinggi namun ia dan putrinya tidak sanggup memproduksi tempe setiap hari. Produksi tempe mendoan hanya bisa dilakukan jika ada pesanan langsung ke tempatnnya. Itupun harus dua-tiga hari sebelumnya. Mengingat keterbatasan daun pisang di desanya. “Kalau harus beli daun ya gak dapat 800 perbungkus”.


Tempe batang produksi Darsinem

Saat ini Darsinem mulai beralih ke pelastik untuk membuat tempe batang, sementara untuk tempe Bacem ia tetap menggunakan daun pisang. Pada waktu-waktu tertentu seperti liburan sekolah, biasanya banyak yang datang ketempat Darsinem untuk memesan tempe mendoan. “Tempe saya sudah sampai Jakarta, Bandung. Ada juga yang pesan mau dibawa ke Samarinda”. Untuk pemesanan jauh (luar kota) sebaiknya peragian dan pengepakan dilakukan di hari yang sama dengan hari keberangkatan si-pemesan. Ini bertujuan agar proses fermentasi berlangsung dalam perjalan, sehingga ketika pemesan tiba ditujuan tempe siap diolah dan tidak busuk. “Ya, kalau berangkat Senin pagi tempe di ragi dan dibungkus Minggu pagi, sorenya bisa diambil,” Darsinem menjelaskan. Proses fermentasi berlangsung selama 2-3 hari. Lebih tiga hari kapang atau jamur tempe akan busuk dan berwarna hitam. Selain proses pembungkusan, pembuatan tempe mendoan tidak berbeda dengan tempe yang lainnya. Kedelai dibersihkan dan direndam hingga lunak, proses ini biasanya memakan waktu kurang lebih 10-12 jam. Kedelai lalu dibersihkan dari kulit ari lalu direbus hingga empuk. Kedelai yang telah direbus akan didinginkan semalaman sebelum dilakukan peragian. Setelah itu kedelai siap dibungkus dan difermentasi dalam suhu ruang. Secara umum tempe dikenal masyarakat jawa sejak berabad abad yang lalu.

Dikutip dari berbagai sumber, kata kedele pertama kali ditemukan pada Serat Sri Tanjung yang berasal dari abad ke-12 atau ke-13. Serat Sari Tanjung sendiri dikenal dengan kisah Banyuwangi dan popular sejak zaman Majapahit. Kedele yang artinya kedelai merupakan bahan dasar pembuatan tempe. Sementara kata tempe sendiri diduga berasal dari bahasa jawa kuno yaitu tumpi, sebuah hidangan berbahan dasar sagu berwarna putih mirip seperti tempe segar yang juga berwarna putih. Namun dalam buku berjudul Nusa Jawa : Jaringan Asia menyebut kata tempe merujuk pada tape yang mengandung arti fermentasi dan tempayan yang merupakan wadah besar produk fermentasi. Dalam Serat Centhini yang ditulis pada awal abad ke-19 pun telah ditemukan kata tempe untuk penyebutan brambang jae santen tempe (sejenis hidangan tempe bersantan) sambel lethokan (sambal lethok yang berbahan dasar tempe) dan Kadhele tempe srundengan. Ketiga makanan berbahan tempe tersebut merupakan sajian pangeran Bayat dari Klaten untuk menjamu Cebolang yang melakukan perjalanan dari candi Prambanan menuju Panjang. Serat Centhini sendiri memuat kisah berlatar belakang abad ke-16.

Dalam perjalanannya, tempe tercatat berhasil menyelamatkan bangsa ini dari kelaparan dan gizi buruk saat tanam paksa diperlakukan pada masa colonial 1875. Pada pendudukan Jepang di tanah air, tempe juga yang menolong para tahanan perang dari busung lapar dan penyakit disentri. Hal ini dikarenakan kandungan nutrisi tempe sangat bermanfaat untuk kesehatan. Selainmengandung protein tinggi tempe juga kaya akan asam amino, vitamin B kompleks, zat besi,antioksidan dan antibiotic. Selanjutnya teknik pembuatan tempe tersebar luas ke seluruhIndonesia melalui program transmigrasi, di mana banyak penduduk jawa ikut program tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar